Rabu, 28 November 2012

MANAJEMEN KONFLIK (TUGAS SOFTSKILL)


Nama : Andri Pebrian
NPM  : 10111806
2KA08



Manajemen konflik : Definisi, Ciri-ciri Konflik, Sumber-sumber Konflik, dampak konflik &  Strategi mengatasi konflik

Definisi Manajemen Konflik 
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkahlaku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan(interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga,yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karenakomunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Pengertian konflik menurut para ahli :
     DefinisiKonflik:
Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain,sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Menurut Killman dan Thomas (1978),
 konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.

Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580)
  yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflict
is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another.
yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yanglainnya.

Menurut Stoner
 Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. 

Daniel Webster
 mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).

Ciri-ciriKonflik:

Menurut Wijono( 1993 : 37)
 Ciri-ciri Konflik adalah :
1.      Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat     dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2.      Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3.       Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4.       Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yangberlarut-larut.
5.      Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.


Sumber-SumberKonflik:

1.) Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
A.  Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15),
 ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1.      Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2.      Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3.        Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitufatal.
B.     Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius.
      Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
        
 Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok yaitu :
1.      Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2.      Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
3.      Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4.      Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi 

Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.
Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.

DampakKonflik:

Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
A.Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3),
 bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
1. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
2. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
3. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
4. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
5. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin. 
B.Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.


v Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).

StrategiMengatasiKonflik:

Menurut Stevenin, terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1.Pengenalan Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2.Diagnosis Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3.Menyepakati suatu solusi Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4.PelaksanaanIngatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5.Evaluasi Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.

Stevenin
 juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Sabtu, 03 November 2012

ORGANISASI LINI (TUGAS SOFTSKILL)

 Nama : Andri Pebrian
NPM  : 10111806
2KA08

ORGANISASI LINI

PENGERTIAN ORGANISASI MENURUT AHLI :
1.     Organisasi Menurut Stoner Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang dibawah pengarahan manajer dan tujuan bersama.
2.     Organisasi Menurut James D. Mooney Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama
3.     Organisasi Menurut Chester I. Bernard Suatu system kegiatan kerjasama dari 2orang atau lebih dengan sesuatu yg tidak terwujud & tidak bersifat perseorangan.
Kesimpulan nya organisasi adalah sekumpulan dari beberapa orang yang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan bersama.

Sistem dan Prosedur
Karakteristik yang terakhir ini menggambarkan bahwa sebuah organisasi diatur berdasarkan aturan-aturan yang ditetapkan bersama dan tentu saja harus dengan penuh komitmen dalam menjalankannya. Implementasi dari sistem dan prosedur ini ialah adanya ketetapan mengenai tata cara, sistem rekrut, dan birokrasi. Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap eksistansi suatu organisasi. Organisasi cenderung memainkan peran menyesuaikan dengan keadaan lingkungan, entah itu demografi, ekonomi, politik, budaya, juga alam sekitar. Jadi, kemajuan organisasi harus selaras dengan perubahan lingkungan.

Tujuan
Setiap organisasi harus memiliki tujuan. Tujuan dicerminkan oleh sasaran-sasaran yang dilakukan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tiga bidang utama dalam tujuan organisasi yaitu profitability (keuntungan),growth (pertumbuhan), dan survive (bertahan hidup). Ketiganya harus berjalan berkesinambungan demi kemajuan organisasi. Struktur dibentuk dalam sebuah organisasi dengan tujuan agar posisi setiap anggota organisasi dapat dipertanggungjawabkan, mengenai hak maupun kewajibannya. Struktur dibentuk agar organisasi berjalan rapi, karena terdapat struktur komando, siapa yang berwenang dan siapa yang diberi wewenang.

Organisasi Lini
Organisasi Garis / Lini adalah suatu bentuk organisasi dimana pelimpahan wewenang langsung secara vertical dan sepenuhnya dari kepemimpinan terhadap bawahannya.
Bentuk lini juga disebut bentuk lurus atau bentuk jalur. Bentuk ini merupakan bentuk yang dianggap paling tua dan digunakan secara luas pada masa perkembangan industri pertama. Organisasi Lini ini diciptakan oleh Henry Fayol.

Ciri-ciri Organisasi Lini :
  1. Hubungan antara atasan dan bawahan masih bersifat langsung dengan satu garis wewenang
  2. Jumlah karyawan sedikit
  3. Pemilik modal merupakan pemimpin tertinggi
  4. Belum terdapat spesialisasi
  5. Masing-masing kepala unit mempunyai wewenang & tanggung jawab penuh atas segala bidang pekerjaan
  6. Struktur organisasi sederhana dan stabil
  7. Organisasi tipe garis biasanya organisasi kecil
  8. Disiplin mudah dipelihara (dipertahankan)


Keuntungan-keuntungan penggunaan organisasi tipe garis adalah :
  • Ada kesatuan komando yang terjamin dengan baik
  • Disiplin pegawai tinggi dan mudah dipelihara (dipertahankan)
  • Koordinasi lebih mudah dilaksanakan
  • Proses pengambilan keputusan dan instruksi-instruksi dapat berjalan cepat
  • Garis kepemimpinan tegas, tidak simpang siur, karena pimpinan langsung berhubungan dengan bawahannya sehingga semua perintah dapat dimengerti dan dilaksanakan
  • Rasa solidaritas pegawai biasanya tinggi
  • Pengendalian mudah dilaksanakan dengan cepat
  • Tersedianya kesempatan baik untuk latihan bagi pengembangan bakat-bakat pimpinan.
  • Adanya penghematan biaya
  • Pengawasan berjalan efektif

Kerugian dari struktur organisasi ini adalah:
  • Tujuan organisasi sama, atau tujuan dari pihak-pihak tertentu saja.
  • Pimpinan organisasi terkadang berbuat semaunya.
  • kelangsungan hidup organisasi sangat ditentukan oleh seseorang.
  • Kurang didalam pengembangan aktifitas pada setiap anggota.
gambar bagan organisasi lini :


Selasa, 09 Oktober 2012

Organisasi Non Profit (andri pebrian 10111806)

Pendahuluan

Organisasi (Yunani: ὄργανον, organon - alat) adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama. dalam ilmu-ilmu sosial, organisasi dipelajari oleh periset dari berbagai bidang ilmu, terutama sosiologi, ekonomi, ilmu politik, psikologi, dan manajemen. Kajian mengenai organisasi sering disebut studi organisasi (organizational studies), perilaku organisasi (organizational behaviour), atau analisis organisasi (organization analysis). Berdasarkan tujuannya organisasi dapat dibedakan menjadi organisasi yang tujuannya mencari keuntungan atau berorientasi pada profit dan organisasi sosial atau organisasi nonprofit.
organisasi profit yaitu perusahaan-perusahaan swasta yang bertujuan mencari laba dari hasil usahanya. sedangkan organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset,museum, dan beberapa para petugas pemerintah.


Teori

Ciri - Ciri Organisasi Non Profit

1. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.

2. Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.

3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas.

Perbedaan Organisasi Non Profit Dengan Organisasi Profit

      Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi.

Lima Tahap Pertumbuhan Organisasi Non Profit

     Istilah non profit seringkali diidentikan dengan istilah tidak untung. Begitu pula ketika kata ini dilekatkan dengan kata organisasi, lengkapnya menjadi organisasi non profit, maka secara umum banyak orang berpikiran berarti organisasi ini adalah organisasi yang tidak mencari keuntungan (laba) dari sejumlah aktivitasnya. Padahal dalam kenyataannya, tetap saja semua organisasi membutuhkan dana bagi menjaga eksistensi atau kelangsungan hidupnya. Begitu pula dengan organisasi non profit, tetap saja ia menyisihkan keuntungan (laba) walau sekecil apapun. Umumnya memang organisasi non profit tidak berorientasi sepenuhnya pada keuntungan semata. Aktivitas atau kegiatan yang pada akhirnya ada nilai keuntungannya lebih banyak digunakan organisasi untuk menjaga kelangsungan kehidupan organisasinya.

Keuntungan atau profit dalam kedudukan organisasi non profit bukan prioritas utama. Motif organisasi non profit pada umumnya berbasis motif altruistik, motif moral, dan motif sosial. Filantropi dan kedermawanan pun menjadi prinsip dalam kehidupannya. Dalam implementasinya organisasi non profit juga secara alokasi waktu kegiatan organisasinya lebih banyak dihabiskan dalam kerangka diluar mencari keuntungan. Kegiatan yang ada bukan dipenuhi motif bisnis, namun lebih ke arah sosial.

Apakah lembaga non profit tidak bisa bisnis? Atau tidak ada orang di dalam organisasinya tidak berlatar belakang bisnis?. Ternyata tidak, di dalam organisasi non profit-pun dengan mudah ditemukan orang-orang dengan kapasitas cukup baik di dunia bisnis. Tapi ingat bahwa, mereka (orang-orang yang ada dalam organisasi non profit ini) telah bersepakat bahwa dalam naungan organisasi non profit yang mereka ada di dalamnya, persoalan bisnis tidak menjadi urusan dominan.

Dalam konteks tumbuhnya, ternyata organisasi non profit mengalami 5 tahapan pertumbuhan lembaga :

1. Tahap Pertumbuhan Awal

Organisasi non profit dalam fase pertumbuhan awal kehidupan organisasinya barangkali berawal dari ide atau gagasan satu dua orang saja. Ide atau gagasan itu terus membesar dan jadilah apa yang dinamakan sebuah organissai. Karena niatan dari para pendirinya yang besar, maka yang tadinya hanya terdiri dari beberapa orang ini secara perlahan mencari orang lain untuk bergabung di dalamnya.

2. Tahap Pelembagaan

Setelah tahap awal sukses, dengan ukuran bertambahnya SDM yang ada serta terdapatnya niatan dan tujuan yang sama dari para pendiri organisasi ini, maka tahap keduanya adalah tahap pelembagaan organisasi. Pada tahapan ini, kebijakan-kebijakan atau aturan-aturan baku mulai dibuat dan diberlakukan pada seluruh SDM yang ada. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, organisasi ini semakin mengarah secara professional. Pimpinan bahkan beberapa staf yang diangkat pada tahap ini pun secara perlahan mendapatkan gaji tetap. Tapi jangan bayangkan gaji tetap itu benar-benar profesional. Bisa saja gaji tetap ini “sekedar ikatan” antara SDM yang ada dengan organisasi.

3. Tahap Desentralisasi

Tahap selanjutnya, setelah organisasi mulai terlembaga secara profesional, maka mulaiilah terjadi pendistribusian tugas, kewenangan serta perluasan struktur dalam kerangka menuju cita-cita organissai profit yang didirikan tersebut. Seiring dengan banyaknya SDM yang juga mulai banyak, aturanpun mulai lebih berkembang dan terbentuk hierarki-hierarki yang ada dalam organisasi sesuai kebutuhan yang juga terus mengembang.

4. Tahap Koordinasi

Dalam tahap selanjutnya, ternyata dengan jumlah SDM yang banyak dan juga jaringan yang semakin meluas, bahkan mitra kerjasama juga tumbuh seiring aktivitas lembaga, maka tahap selanjutnya dibutuhkan apa yang dinamakan Tahap koordinasi. Tahap ini merupakan tahap alamiah pengembangan kebutuhan organisasi dalam menjawab sejumlah tantangan yang muncul dan dihadapi. Implementasi tahapan ini beragam bentuknya, bisa dalam bentuk rapat manajemen rutin, rapat koordinasi, rapat evaluasi serta rapat-rapat kelembagaan lain yang dilakukan sesuai dengan keperluan organisasi.

5. Tahap Pemantapan

Tahap Pemantapan atau tahap terakhir dari oragnissai non profit merupakan tahap puncak dari seluruh rangkaian tahapan organisasi. Dalam tahap ini, terjadi pembakuan aturan dan kebijakan, standarisasi aktivitas, penerapan sistem dan prosedur serta adanya birokrasi lembaga yang tidak bisa dihindari. Dalam tahap ini juga mulai sangat banyak kerjasama-kerjasama dengan pihak lain. Ini tak bisa dihindari, mengingat peran dan kiprah organisasi yang ada terus diketahui oleh semakin banyak orang dan lembaga lainnya.



Pembahasan

      Seperti yang disebutkan di atas bahwa organisasi non profit memiliki sumber daya entitas dari orang lain yang ingin menyumbangkan sesuatu secara sukarela untuk organisasi tersebut.
Dalam prakteknya , organisasi non profit sering kali aktif mencari sponsor untuk mendukung kegiatannya.

Selain itu , Organisasi non profit sebagian sengaja mengaburkan misi dan tujuan keberadaannya , karena satu hal yaitu pimpinan enggan turun tahta jabatan. Seperti halnya pada organisasi pemerintahan, pada organisasi non profit bongkar pasang pimpinan tertinggi banyak dilakukan.
Bongkar pasang berdampak pada lahirnya jabang bayi peraturan-peraturan dan kebijakan baru yang secara politis terkadang dipandang lebih bijak untuk tidak mempunyai misi dan tujuan yang jelas. 

Mengapa misi dan tujuan pun dikaburkan ? karena tidak jelasnya hubungan antara pengguna dan klien dengan resource contributor. Dalam hal terjadi begitu seringkali perumusan misi kurang berjalan semestinya. 
Mereka tidak memiliki waktu yang cukup, konsentrasi tidak terfokus, belum lagi plus kehadiran diantara resource contributor yang kurang memiliki kualifikasi dapat merumuskan misi. 

Lantas, dari karena para pengguna atau klien tidak terlalu banyak andil dalam perumusan misi maka perumus misi pun tidak terdesak berusaha memikirkan tujuh keliling berputar-putar tentang misi yang kemudian turun pada tujuan. Akibatnya misi dan tujuan organisasi adalah kabur. Terpikir dan terasakan selain karena yang telah dikemukakan organisasi non profit pun terkadang full terlibat dalam service delivery yang outputnya abstrak serta sukar diukur dimana tidak terlupakan hal itu dapat dilakukan. Kembali yang belum dapat dilakukan adalah mengeneralisasi semua organisasi non profit. Mengapa demikian ? jawabanya , biaya penelitiannya besar.